24.12.11

Apresiasi untuk Bidan Inspirasional

Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan PT Sari Husada kembali menyelenggarakan Srikandi Award ke-3 yang akan memberikan penghargaan bagi bidan berprestasi yang dinilai bisa memberikan inspirasi bagi rekan seprofesi mereka di seluruh negeri.

"Di tengah upaya kita bersama untuk mempercepat pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), bidan adalah sosok penting yang memiliki peranan yang besar dan strategis. Lebih dari sekedar memberikan pelayanan kebidanan, bidan kini telah menjadi sosok yang bisa berbuat lebih untuk perbaikan kondisi kesehatan serta gizi ibu dan anak di masyarakat," kata Ketua Ikatan Bidan Indonesia Dr. Harni Koesno, MKM di Jakarta, Selasa, mengenai pemberian penghargaan tersebut.

Sembilan bidan terpilih dari berbagai daerah di tanah air akan berkompetisi dalam tiga kategori penghargaan Srikandi Award yang pengumumannya akan dilakukan pada Selasa (20/12) malam di Balai Kartini, Jakarta, sekaligus menyambut hari Ibu yang dirayakan tiap tanggal 22 Desember.

Kesembilan bidan itu disebut Harni sedang menjalani penjurian akhir untuk menentukan program terbaik berdasarkan tiga kategori yang mencerminkan perjuangan serta tantangan bidan dalam upaya mengatasi masalah kesehatan dan kesejahteraan ibu di Indonesia, yaitu tantangan budaya, promosi kesehatan serta pemberdayaan ekonomi.

Penjurian akhir ini merupakan proses tahap akhir setelah melalui beberapa tahapan sebelumnya, yaitu pengajuan nominasi yang dilakukan oleh berbagai Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (PD IBI), yang kemudian dilanjutkan dengan proses penyeleksian yang ketat berdasarkan tiga kategori yang telah ditentukan.

Srikandi Award pertama kali diselenggarakan tahun 2009 untuk memberikan penghargaan bagi bidan yang berhasil menurunkan angka malnutrisi, angka kematian bayi/balita dan meningkatkan derajat kesehatan ibu dalam program "Pos Bhakti Bidan" dan pada kategori itu berkembang berdasarkan kondisi kesehatan yang ada di masyarakat.

Sumbangan maksimal Corporate Affairs dan Legal Director Sari Husada Yeni Fatmawati menyatakan Srikandi Award 2011 mengangkat sembilan sosok bidan Inspirasional yang dinilai mampu memberikan sumbangan maksimal ditengah berbagai hambatan atau tantangan bidan dalam menghadapi upaya perbaikan kesehatan serta kesejahteraan ibu dan anak di masyarakat.

"Saat ini, bekal yang harus dimiliki seorang bidan bukan hanya pengetahuan dan keterampilan kebidanan, tapi juga kemampuan untuk melakukan analisis sosial, memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan komitmen untuk melakukan pekerjaannya dengan hati dan penuh dedikasi," ujar Yeni Fatmawati.

Seluruh bidan nominator disebut telah memaparkan program-program yang sangat berguna untuk memajukan kesehatan masyarakat, yang dilakukan melalui berbagai cara yang inspirasional.

Peran bidan terutama penting di daerah-daerah yang memiliki kondisi geografis yang sulit terjangkau oleh tenaga kesehatan lainnya. "Sungguh sebuah profesi mulia yang sudah selayaknya mendapatkan perhatian dan penghargaan khusus dari seluruh lapisan masyarakat," Yeni menambahkan.

Dewan juri Srikandi Award 2011 terdiri atas dr. Kartono Mohamad (Mantan Ketua IDI, Ketua Dewan Juri Srikandi Award), Dr. H. Abidinsyah Siregar, DHSM, Mkes. (Kantor Kementerian Kesehatan), Ninuk Mardiana Pambudi (Senior Editor Harian Kompas), Dr. Harni Koesno, MKM (Ketua Umum IBI), Diah Saminarsih (Asisten Utusan Khusus Presiden untuk MDGs, Bidang Percepatan MDGs Dalam Negeri dan Sinergi Komunitas), dan Dr. Pinky Saptandari (Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan).

Ketua Dewan Juri Srikandi Award 2011 dr. Kartono Mohamad menjelaskan bahwa Srikandi Award tahun 2011 bermaksud untuk mengangkat kenyataan kompleksitas peranan bidan ditengah berbagai tantangan di masyarakat.

"Melalui proses penyeleksian yang panjang, kesembilan bidan yang terpilih telah mampu menjawab kesesuaian antara program yang dijalankan dengan tantangan yang dihadapi. Hari ini, kami akan memilih program terbaik berdasarkan wawasan dan penguasaan program, keunikan program, kesesuaian hasil dengan dampak yang diharapkan serta keberlanjutan program," paparnya.

Penghargaan itu diharapkan akan mampu menginspirasi dan mengajak para tenaga kesehatan, khususnya bidan, untuk mempertegas komitmen mendukung tercapainya peningkatan kualitas taraf kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak. 
-(IANN News) Jakarta -

6.12.11

IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

Ini dia permenkes terbaru sehingga tidak lagi memberlakukan (mengubah/mencabut) Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 mengenai izin dan penyelenggaraan praktik bidan. selamat membaca dan mencermati..






BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA


No. 501, 2010KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:a.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
b.bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;

Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
6.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
8.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
9.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
10.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3.Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6.Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).


BAB II
PERIZINAN

Pasal 2

(1)Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.


Pasal 3

(1)Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.


Pasal 4

(1)Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.
(2)Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4)Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
(5)Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
(6)Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.


Pasal 5

(1)SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3)Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.


Pasal 7

(1)SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2)Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.fotokopi STR;
c.surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.rekomendasi dari organisasi profesi.


Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
a.tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.


BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.


Pasal 10

(1)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.episiotomi;
b.penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g.pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h.penyuluhan dan konseling;
i.bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.pemberian surat keterangan kematian; dan
k.pemberian surat keterangan cuti bersalin.


Pasal 11

(1)Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a.melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
b.penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c.penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.pemberian konseling dan penyuluhan;
g.pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.pemberian surat keterangan kematian.


Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a.memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b.memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.


Pasal 13

(1)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a.pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b.asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c.penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d.melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i.pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(2)Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.


Pasal 14

(1)Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.


Pasal 15

(1)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.


Pasal 16

(1)Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.


Pasal 17

(1)Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
c.memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.


Pasal 18

(1)Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.menghormati hak pasien;
b.memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e.menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f.melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.mematuhi standar; dan
h.melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2)Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a.memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b.memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.menerima imbalan jasa profesi.


BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 20

(1)Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.


BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 21

(1)Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.


Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.


Pasal 23

(1)Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.


Pasal 24

(1)Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2)Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.


BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

(1)Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.


Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.


Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.


Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.


BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
b.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

© LDj - 2010

5.12.11

Bidan, Perawat & Semua Tenaga Kesehatan Harus Punya Izin Praktik

Jakarta, Tenaga kesehatan seperti bidan, perawat, apoteker, sanitarian, ahli gizi, petugas Kesehatan Masyarakat (Kesmas), dan analis laboratorium diharuskan memiliki izin praktik mulai 2011.

Selama ini tenaga kesehatan yang diwajibkan punya izin praktik hanya dokter dan dokter gigi. Nantinya tenaga kesehatan yang belum memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) layaknya dokter tidak boleh praktik dan bekerja di pelayanan kesehatan serta diragukan kualitasnya.

"Di tahun 2011, semua tenaga kesehatan terutama tenaga strategis seperti bidan perawat harus memiliki STR dan izin praktik. Ini dilakukan untuk memenuhi kualitas dan menyamaratakan standar tenaga kesehatan di seluruh Indonesia," ujar Dra. Meinarwati, Apt, Mkes, Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri PPSDM Kesehatan, di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (10/12/2010).

Menurut Dra Mei, sekarang ini belum ada standar yang dapat memenuhi kualitas tenaga kesehatan di Indonesia. Selain itu, tenaga kesehatan juga belum memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) layaknya dokter dan dokter gigi.

"Sekolah perawat dan bidan kan banyak di Indonesia, tapi tidak semua terakreditasi dengan baik. Jadi dengan ditetapkannya regulasi ini, akan membuat sekolah-sekolah tenaga kesehatan untuk dapat meningkatkan mutunya. Selain itu juga menjamin kompetensi tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan," jelas Dra Mei lebih lanjut.

Selain meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan, peraturan ini dapat melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan, juga memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang dilayani dan tenaga kesehatan itu sendiri.

Dengan adanya peraturan baru ini, nantinya tenaga kesehatan yang baru lulus pendidikan tidak bisa langsung bekerja atau membuka praktik sendiri. Semua tenaga kesehatan harus mengikuti uji kompetensi dan teregistrasi untuk mendapat STR dan lisensi berupa Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Izin Kerja (SIK).

"Nantinya semua standar kompetensi tenaga kesehatan akan sama di seluruh Indonesia, jadi tidak ada yang meragukan tenaga kesehatan lagi. Tenaga kesehatan di Papua juga bisa bekerja di Jawa dan Sumatera bila punya STR dan izin praktik," lanjut Dra Mei.

Menurut Dra Mei, seluruh tenaga kesehatan harus melakukan uji kompetensi, terutama bidan dan perawat yang sangat diperlukan dan juga sangat mempengaruhi pencapaian MDGs (Millennium Development Goals).

Tenaga kesehatan yang harus memliki STR adalah sebagai berikut:
  1. Bidan
  2. Perawat
  3. Apoteker
  4. Sanitarian
  5. Ahli Gizi
  6. Petugas Kesehatan Masyarakat (Kesmas)
  7. Analis Laborato
    (mer/ir-detikHealth)