7.9.12

KONSEP DALAM PENYULIT KALA I PERSALINAN

 Mekanisme Persalinan
Proses persalinan terdiri dari 4 kala yaitu :
Kala I : waktu pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap 10 cm
Kala II : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan His ditambah kekuatan mengejan mendorong janin keluar hingga lahir.
Kala III : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri
Kala IV : mulai dari lahirnya uri sampai 1-2 jam

Kala I (Pembukaan)
Inpartu mulai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :
1.      Fase laten dimana pembukaan serviks berlangsung lambat ; sampai pembukaan 3 cm Berlangsung dalam 7-8 jam.
2.      Fase aktif di bagi 3 fase yaitu :
a.       Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
b.      Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c.       Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap

Kala II (Pengeluaran Janin)
Pada kala II His menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk ke ruang panggul. Maka His dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara rektroktoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar, perenium menonjol dan jadi lebar, anus membuka bila dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar His, dengan His dan kekuatan mengedan max kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka dan dagu melewati perenium. Setelah istirahat ® badan dan anggota bayi.
Pada primigravida kala II : 1,5 jam Pada multipara : 05 jam

Kala III (Pengeluaran Uri)
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Ada kontraksi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 25 menit setelah bayi lahir.

Kala IV (Observasi)
Perlu pengawasan apakah adanya perdarahan post partum Majunya kepala Kepala fleksi Putaran paksi dalam ekspulsi. putaran paksi luar ekstensi

KOMPLIKASI DAN PENYULIT PADA KALA I PERSALINAN

 1. Terdapat Tanda Partus Lama

Tanda – tanda dari partus lama antara lain :
1. Fase Laten Memanjang
Fase laten yang memanjang ditandai dari pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam dengan kontraksi teratur (lebih dari 2 kali dalam 10 menit)

2. Fase Aktif Memanjang
a. Istilah fase aktif memanjang mengacu pada kemajuan pembukaan yang tidak adekuat setelah didirikan diagnosa kala I fase aktif, dengan didasari atas :
· Pembukaan kurang dari 1 cm per jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan
· Kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 cm pada multipara
· Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm perjam)

b. Karakteristik Fase Aktif Memanjang :
· Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan atau lebih jarang
· Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami kemajuan
· Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

c. Penyebab Fase Aktif Memanjang :
· Malposisi (presentasi selain belakang kepala)
· Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD)
· Intensitas kontraksi yang tidak adekuat
· Serviks yang menetap
· Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek)
· Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui

Akibat Dari Persalinan Yang Lama
1. Terhadap Janin
Akibat untuk janin meliputi :
· Trauma
· Asidosis
· Kerusakan Hipoksik
· Infeksi
· Peningkatan Mortalitas serta Morbiditas Perinatal.

2. Terhadap Ibu
Akibat untuk ibu adalah :
· Penurunan semangat
· Kelelahan
· Dehidrasi
· Asidosis
· Infeksi
· Resiko Ruptur Uterus
· Perlunya intervensi bedah meningkatkan Mortalitas Dan Morbiditas.


Tanda dan Gejala
Diagnosis
Servik tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Belum inpartu
Pebukaan servik tidak melebihi 4cm sesudah 8 jam inpartu dengan his teratur
Fase laten memanjang
Pembukaan servik melewati kanan garis waspada partograf.
·         Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit lamanya kurang dari 40 detik.
·         Pembukaan servik dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju sedangkan his baik
·         Pembukaan servik dan turunya bagian janin yang di presentasi tidak maju dengan takut, terdapat moulase hebat, odema servik, tanda rupture uteri iminen, gawat janin.
·         Kelainan presentasi (selain vertek dengan oksiput anterior)
Fase aktif memanjang
  • Inersia uteri
  • Disproporsi sefalo pelvik
  • Obstruksi kepala
  • Malpretasi atau malposisi
Pembukaan servik lengkap ibu ingin mengejan tapi tidak ada kemajuan penurunan
Kala II lama
Penanganan umum
·         Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasi)
·         Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
-          Nilai frekuensi dan lamanya his.
·         Perbaiki keadaan umum dengan :
-          Dukungan emosional, perubahan posisi (sesuai dengan penanganan persalinan normal).
-          Periksa keton dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral,dan upayakan buang air kecil (kateterisasi bila perlu).
·         Berikan analgesik : tramadol atau penitidin 25 mg I.M (maksimum 1 mg/kgBB) atau morfin 10 mg I.M, jika pasien merasakan nyeri yang sangat.
(Saifudin, abdul bari. 2002: Mk-47)
2.2.5        Tentukan keadaan janin
·      Periksa denyut jantung janin selama atau segera setelah his. Hitung frekuensinya sekurang kurangnya sekali dalam 30 menit selama fase aktif dan tiap 5 menit selama kala II.
­   Jika terdapat gawat janin, lakukan secsio sesaria. Kecuali jika syarat-syarat dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forcep.
·      Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah. Pikirkan kemungkinan gawat janin.
·      Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang mungkin menyebabkan gawat janin.
Perbaiki keadaan umum dengan
­   Memberikan dukungan emosional. Bila keadaan masih memungkinkan anjurkan bebas bergarak, duduk dengan posisi berubah.
­   Berikan cairan baik secara oral atau parenteral dan upaya buang air kecil.
·      Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berikan analgesik : tramadol atau penitidin 25mg dinaikkan samapai maksimum 1 mg/Kg atau morfin 10 mg IM.
Lakukan pemeriksaan vagina untuk mnentukan kala persalinan. Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.
(Saifudin, abdul bari. 2008 : 184-185)
2.2.6        Penanganan Khusus
·         Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
·         Nilai his :
-          Jika his adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inersia uteri.
-          Jika his adekuat (3 kali dalam 10 mmenit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi, dan mal presentasi.
·         Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan.
(Saifudin, abdul bari. 2002: Mk-49)
2.2.7        Gejala Utama yang Perlu diperhatikan
Gejala utama yang perlu diperhatikan pada persalinan yang lama diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Dehidrasi
2.      Tanda infeksi
-       Temperatur tinggi
-       Nadi dan pernafasan
-       Abdomen meteorismus
3.      Pemeriksaan abdomen
-       Meteorismus
-       Lingkaran bandle tingg
-       nyeri segmen bawah rahimi
4.      Pemeriksaan lokal vulva- vagina
-       Odema vulva
-       Cairan ketuban berbau
-       Cairan ketuban bercaampur mekonium
5.      Pemeriksaan dalam
-       Edema serviks
-       Bagian terendah sulit didorong ke atas
-       Terdapat kaput pada bagian terendah
6.      Keadaan janin dalam rahim
-       Asfiksia sampai terjadi kematian
7.      Akhir dari persalinan lama
(Manuaba, ida bagus.2002 : - )


2. Malposisi / Malpresentasi

 Malposisi adalah merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin, selain presentasi verteks. Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang, dll) atau Presentasi ganda (adanya bagian janin, seperti lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)

 1. Masalah :
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama atau partus macet.

2. Penanganan Umum :
a. Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu)
b. Lakukan penilaian kondisi janin :
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera setelah his :
· Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30 menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua.
· Jika DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali permenit kemungkinan gawat janin.
c. Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban :
· Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan intervensi untuk penanganan gawat janin.
· Tidak adanya cairan pada saat ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air ketuban yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin
d. Berikan dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya.
e. Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf.

3. Ketuban pecah Dini
Ketuban pecah dini pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum waktunya. Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya.
1. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini :
a. Efek kromosom, kelainan kolagen, serta infeksi.
b. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%), disebabkan karena High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.
c. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
2. Komplikasi Ketuban Pecah Dini :
a. Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
b. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
c. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia

4. Kelainan Tenaga Atau His
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting dalam kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada kelainan CPD.

Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya; uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his.
1. His Hipotonik
a. Pengertian :
· Kelainan dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa, keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction.
· Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama hal ini dinamakan dengan inersia uteri sekunder.
· Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai.
· Untuk sampai pada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi terjadi perubahan pada servik yaitu pendataran atau pembukaan servik
b. Penanganan :
· Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan servik, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul.
· Apabila ada disproporsi chepalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan SC.
· KU pasien sementara diperbaiki, dan kandung kencing serta rectum dikosongkan, apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul, penderita di sarankan untuk berjalan-jalan terlebih dahulu.
· Untuk merangsang his selain dengan pemecahan ketuban bisa diberikan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus IV (dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit yang perlahan dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes.
· Kalau 50 tetes tidak dapat berhasil bisa dengan memeberikan dosis lebih tinggi dengan cara pasien harus di awasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan.
· Oksitosin yang diberikan dengan suntikan IM akan dapat menimbulkan incoordinate uterin action.

2. His Hipertonik (his terlampau kuat)
a. Pengertian :
· Walaupun pada golongan koordinate hipertonik uterin contraction bukan merupakan penyebab distosia namun bisa juga merupakan kelaianan his.
· His yang terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat (partus presipitatus): sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his.
· Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perineum.
· Sedangkan pada bayi dapat mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu sangat singkat.

b. Penanganan :
· Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat diilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seseorang yang menolong.
· Kalau seorang wanita pernah mengalami partus presipitatus kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persalinan selanjutnya. Oleh karena itu sebaiknya wanita di rawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perineum tingkat III.

c. His yang tidak terkoordinasi
a. Pengertian :
· His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya.
· Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan pembukaan.
· Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin.
· His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin contraction.

b. Penanganan :
· Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus.
· Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin.
· Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah.
· Dan kalau pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan SC.


5. Syok
Tanda – tanda dari Ibu yang mengalami syok :
a. Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit)
b. Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmhg)
c. Pucat
d. Berkeringat atau kulit lembab, dingin
e. Napas cepat (lebih dari 30 x/menit
f. Cemas, bingung atau tidak sadar
g. Produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)