Ini dia permenkes terbaru sehingga tidak lagi memberlakukan (mengubah/mencabut) Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 mengenai izin dan penyelenggaraan praktik bidan. selamat membaca dan mencermati..
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 501, 2010 | KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik Bidan. Penyelenggaraan. |
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
b.bahwa
dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu
merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
c.bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat:
1.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
7.Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/VI/2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan;
8.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
9.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.Bidan
adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah
teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2.Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.
3.Surat
Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi
setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.Surat
Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
5.Surat
Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis
yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktik bidan mandiri.
6.Standar
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi,
dan standar operasional prosedur.
7.
Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.
Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
(1)Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1)Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1)Untuk
memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus
mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
melampirkan:
a.
fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b.
surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c.surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.
pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.
rekomendasi dari organisasi profesi.
(2)Kewajiban
memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Apabila
belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis
Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat
dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4)
Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Formulir I terlampir.
(5)
Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam
Formulir II terlampir.
(6)
Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam
Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1)SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)Dalam
hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak
diperlukan.
(3)Permohonan
SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon
dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan
diterima.
Pasal 6Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1)SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2)Pembaharuan
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.
fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.
fotokopi STR;
c.
surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
d.
pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.
rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
a.
tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
b.
masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.
dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a.
pelayanan kesehatan ibu;
b.
pelayanan kesehatan anak; dan
c.
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1)Pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada
masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui
dan masa antara dua kehamilan.
(2)Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c.pelayanan persalinan normal;
d.pelayanan ibu nifas normal;
e.pelayanan ibu menyusui; dan
f.pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3)Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.
episiotomi;
b.
penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.
penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.
pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.
pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
g.
pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h.
penyuluhan dan konseling;
i.
bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.
pemberian surat keterangan kematian; dan
k.
pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1)Pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan
pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a.melakukan
asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal (0 - 28 hari), dan perawatan tali pusat;
b.
penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c.
penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.
pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.
pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.
pemberian konseling dan penyuluhan;
g.
pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.
pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
a.memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
b.
memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1)Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12
Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan
kesehatan meliputi:
a.pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b.asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c.
penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d.melakukan
pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak
usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
e.pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.
melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.melaksanakan
deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i.
pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(2)Pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan
bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan
penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh
bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1)Bagi
bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,
dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9.
(2)Daerah
yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
(3)Dalam
hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter,
kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1)Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)Bidan
praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah
berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)Pada
daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah
harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)Apabila
tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah
mengikuti pelatihan.
(3)Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan
pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak
memiliki dokter.
Pasal 17
(1)Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.memiliki
tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan
kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi,
anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.
menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
c.
memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2)
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1)Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.
menghormati hak pasien;
b.memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
e.menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
f.melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
g.
mematuhi standar; dan
h.melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2)Bidan
dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3)Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
a.memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
b.memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.
melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.
menerima imbalan jasa profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)Menteri,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi
profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi
masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
(3)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)Dalam
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik
mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat
untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan
yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap
triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada organisasi profesi.
Pasal 23
(1)Dalam
rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini.
(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)Pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi
pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis
Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik
tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2)Pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran
tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan
sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1)Bidan
yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB
berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
(2)Bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila
Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya,
berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan
tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27Bidan yang
telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini
paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28Bidan
yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a.Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik
bidan; dan
b.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 11 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
© LDj - 2010