Pernah baca kalimat ini di salah satu pp na
temenku, “menantu ideal itu adalah bidan”. Woww, aku langsung mikir. sebegitu
mulianya kah profesi ini…
Jadi inget hymne IBI, aku selalu ingin
menangis jika menyanyikan lagu ini dalam paduan.
“Setiap
waktu ku berjuang
Untuk Kemanusiaan
Untuk Kemanusiaan
Itulah semua tugasku
dan Tak mengenal waktu
dan Tak mengenal waktu
Berat
serasa ringan
Tugas seorang Bidan
Tugas seorang Bidan
Ku tak ingin tanda jasa
Semua hanya ikhlas adanya
Semua hanya ikhlas adanya
Ikatan Bidan Indonesia
Berazas Pancasila
Berazas Pancasila
Seluruh
jiwa dan Ragaku
Demi bahagia seluruh bangsaku”
Demi bahagia seluruh bangsaku”
Bidan adalah seorang wanita yang telah
mengikuti dan lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah setempat.
Kurang meratanya tenaga kesehatan di desa-desa menjadi indikasi dibukanya
pendidikan ini. Mulanya SPK (sekolah perawat kesehatan), kemudian lahirlah D1
kebidanan. Dari D1 kebidanan inilah yang disebar ke pelosok-pelosok negeri,
mengisi semua desa. Kemudian masyhurlah sebutan “bidan desa” yang
kini telah minimal pendidikan DIII.
Kebetulan diri ini adalah bidan desa, aku
ingin kau tahu sedikit cerita tentang bidan desa berdasarkan apa yang ku
rasakan. Dari cerita ini mungkin ada korelasinya dengan kalimat ideal di atas.
Hhe..
Setuju sekali jika bidan disebut sebagai
garda terdepan atau lebih sering disebut sebagai ujung tombak kesehatan Karena
bidan adalah perpanjangan tangan puskesmas. Sebagaimana kita ketahui bahwa
puskesmas sendiri memiliki banyak program kesehatan yang dipegang oleh pegawai
puskesmas (masing-masing tenaga ahli per programnya) seperti promosi kesehatan
(promkes), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyakit, surveylens, dll.
jika di puskesmas program tersebut dilakukan oleh beberapa tenaga kesehatan sesuai tenaga ahlinya, di poskesdes semua program
tersebut dilakukan oleh (hanya) seorang bidan desa. Benar-benar pemantauan
wilayah desa, dari kelahiran, hidup (penyakit, bencana, kendaraan, penghasilan,
adat, dll), sampai kematian penduduk desa ybs.
Seabrek tanggung jawab diatas baru
preambule saja. Ada lagi tugas pokok bidan yang tak kalah hebatnya dengan
pekerjaan-pekerjaan di atas yaitu kesehatan ibu dan anak. Dari hamil, bersalin,
nifas, bayi baru lahir, sampai balita yang harus di/terpantau oleh seorang
bidan desa. Jangan sampe deh ada kematian pada kategori-kategori di atas, momok
audit ;E
Aku tak akan menceritakan semuanya disini,
hanya akan menekankan pada persalinan karena bagian ini yang tak kenal jam
kerja (selain kegawatdaruratan). Sebelumnya aku juga adalah
perempuan biasa dan menjadi tak biasa setelah menjadi bidan desa.
Kenapa???
Biasanya siang itu untuk beragam aktivitas
dan malam itu untuk istirahat. Setelah menjadi bides, semuanya berubah drastis.
Tiba-tiba aku melihat jelas bentuk malam, melihat langit dan kesunyian desa di
tengah malam, jalan yang terhampar panjang tanpa ada saingan, merasai dinginnya
malam. Ya, itu ketika seorang bides harus menjalankan amanahnya menolong
persalinan di rumah masyarakat, dijemput di tengah malam, pulang ke rumah
sendiri ketika ada alat yang tertinggal, di tengah malam. Begitulah persalinan,
ia tak mengenal waktu, dengan Jam kerja ia tetap harus bekerja. Pagi adalah jam kerja
wajib, sore pelayanan, malam/tengah malam/pertiga malam/shubuh atau kapanpun
adalah pertolongan 2 nyawa manusia. Kemudian, tidur pun terbayang pasien, bunyi
handphone langsung (khususnya di malam hari) membuat spot jantung.
Senang rasanya ketika telah selesai
menolong persalinan (normal) tapi ketika ditemui dengan tanda bahaya (gawat
darurat), tak akan kau temui aku di diriku. Syok, tegang, khawatir dan takut
nyampur jadi satu. Jantung bergemuruh..
Kemudian aku menghubung-hubungkan, kenapa
ideal?. Harusnya justru ia (bc. bidan desa) akan menjadi istri atau mantu yang
tak ideal. Waktunya sarapan mungkin ia tak akan menyuguhkan teh untukmu, ketika
makan bisa jadi ia tak menemani, tidurmupun mungkin akan terganggu. Ini kondisi
jika ada pasien. Jika tidak, bahkan ia mampu menemanimu saat jam kerja. kembali
lagi, konsekuensi bidan. Ideal atau tidak, tergantung pemahamanmu terhadap diri
bidan. Belum lagi jika ia pemalas (bc. Tidak rajin), hhe, bisa dibayangkan
gimana jadinya..
Menurutku, silahkan pikirkan dulu jika
ingin memperistri ‘bidan desa’ karena hidupmu akan berubah ^^e
Sumber: pengalaman bidan desa Air Mesu,
poskesdes air mesu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar